HISTORI NAMA GALIGO
GALIGO COFFEE
Pengantar
Di sini saya tuliskan dua hal. Pertama sejarah perjalanan hidup yang pasti mempengaruhi dan menjadi titik balik dari cara hidup lama menjadi cara hidup baru, dari cara lama berbisnis kopi ke cara baru berbisnis kopi hingga lahirnya Brand GALIGO.
1. Orang tua yang membanggakan.
Meskipun mengenyam sekolah tidak tinggi, ibu lulusan SD dan ayah lulus setingkat SMP , mereka telah memberi teladan yang luar biasa bagaimana dan sejauh mana perjuangan hidup itu harus dilakukan sampai di ujung senjata.
Ibu seorang wanita yang sangat sabar dalam mendapingi perjuangan ayah dan juga membesarkan anak-anaknya. Apa pun dilakukan demi anaknya seperti menjual jagung rebus ke pasar serta sebagai buruh pemetik padi.
Tahun pertama tinggal di desa Kembalu, kelurahan Mutar Alam, Kec. Sumber Jaya, Lampung Utara waktu itu – kini ikut kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat- ayah dengah gagah berani menghadapi tantangan orang bersenjata dengan tangan kosong dan orang itu lari terbirit-birit karena dikira mempunyai ilmu kebal. Akhirnya ayah memutuskan pindah tempat tinggal dan membuat gubug di tengah kebon alang-alang jauh dari perkampungan supaya malam bisa istirahat total tanpa diajak ngobrol tetangga yang akan mengganggu kerja esok harinya. Jam 05.00 beliau sudah mulai bekerja di kebon, mencangkul dan merawat pohon kopi, jam 11.00 sudah istrirahat. Malam terang bulan bagi ayah merupakan kesempatan untuk menggemburkan tanah dengan garpu. Petani lain baru berangkat dari rumah ke kebon jam 08.00 saat hari sudah mulai panas. Mereia kehilangan banyak waktu.
2. Aliran Filsafat Mazhab Franfurt.
Sampai tahun 1981, sebagai anak yang menginjak remaja, pertengahan klas 1 SMA Seminari Menengah, Mertoyudan Magelang –kalau di SMA lain klas 2 sebab di sini ada kelas percobaan selama satu tahun- tumbuh sebagai pribadi yang masih labil dan dikuasai pandangan mainstream bahwa materi adalah segala-galanya.
Manusia dipandang dan diukur baik pada diri sendiri maupun orang lain dari tampilan lahirnya. Orang dianggap hebat dan berkualitas kalau kaya harta dan mempunyai jabatan tinggi. Akibatnya, karena miskin harta saya menjadi anak minder, penakut bahkan pernah menyangkal keberadaannya dan keluarga sebagai orang miskin. Ketika opname di RS Panti Rapih Yogyakarta pertanyaan oleh para suster dan pengunjung lain selalu dijawab sebagai anak pegawai pajak.
Ketika mau meminjam buku di perpustakaan Seminari, saya melihat sebuah buku bersampul coklat tua dengan JUDUL WARNA MERAH: DILEMA USAHA MANUSIA RASIONAL yang ditulis oleh GP. SINDHUNATA SJ. Dari buku ini saya belajar bahwa harta hanyalah alat bagi manusia –tool-. Harta berposisi di bawah manusia dan tidakboleh memperalat manusia, Kapitalisme begitu hebat menciptakan dorongan pada diri manusia modern untuk mempuyai keinginan tak terbatas akan harta benda seolah-olah membutuhkan padahal itu dorongan semu dan sesengguhnya MEMANG TIDAK DIBUTUHHKAN. Akhirnya manusia hidup dalam kepalsuan. Kelompok pemikir ini di kalangan filsuf dikenal sebagai Mazhab Franfurt dengan para tokoh seperti Max Horkheimer, Adorno, Herbert Marcuse dan Jurgen Habermas.
Ulasan ini menghentak hati, pikiran dan cara hidup yang selama itu berjalan dan sejak saat itulah saya memproklamirkan diri tidak mau lagi dikuasi oleh materi sebagai pusat memandang dan mengukur manusia. Yang menjadi paradigma memandang dan menilai manusia baik pada diri sendiri maupun orang lain menjadi berdasarkani kualitas karakter seperti kejujuran, kebaikan, keberanian, dan moralitas. Gugurlah sudah rasa minder, takut, tidak percaya diri, suka berbohong yang sudah tertanam sejak lama. Sejak itu saya memutuskan untuk kelak kuliah mengambil studi jurusan filsafat meskipun tidak menjadi iman.
Naik klas tiga SMA saya pindah ke SMA Kolese LOYOLA, Semarang terus 1985 melanjutkan studi ke Sekolah Filsafat Driyarkara, Jakarta guna mewujudkan mimpi tahun 1981.
3. Dipertemukan orang baik dan kaya, Bapak dan Ibu Surardjo, wujud imaginasi.
Menyadari bahwa orang tua pun masih belum mampu membeli beras untuk makan harian keluarga apa lagi membiayai kuliah di STF Driyarkara, bahkan rumah pun masih berupa gubuk yang terbuat dari gedek bambu dan beratap alang-alang. Saya ber usaha mencari akal bagaimana agar tetap bisa melanjutkan studi di STF Jakarta sesuai cita-cita.
Kalau malam pikiran berimaginasi: “ Kalau mengambil kuliah filsafat di UGM biaya hidup memang murah tetapi lebih susah mencari pekerjaan dan kaualitas jurusan itutidak lebih baik dibanding di STF. Kalau kuliah di Jakarta biaya hidup lebih mahal tetap lebih mudah mencari pekerjaan. Ya, semoga bertemu orang kaya di Jakarta biar pun bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kalau malam mencuci pakaian dan kalau pagi mengepel. Tuan rumah pasti suka dan bangga mempunyaii pembantu kuliah dan pinter apalagi lulusan dari SMA Kolose Loyola dan alumni SMA Seminari Menengah Mertoyudan Magelang.Ha ha ha ha ha....... Siapa tahu malahan menjadi menantunya. “ Suatu imaginasi yang sombong, nakal dan kurangajar barangkali.”
Bertemu seorang ibu di BUS.
Sekitar Mei 1985, ketika naik bus Ramayana dari Jakarta menuju Magelang Tuhan mempertemukan dengan seorang ibu berumur 30 tahunan bernama ibu Atik. Ternyata
Ibu ini berasal dari kecamatan Grabag, Magelang satu asal dengan keluarga dan ternyata masih ada hubungan saudara meski sudah sangat jauh. Perjumpaan dengan ibu ini berlanjut menjadi hubungan kakak adik seperti saudara sekandung termasuk dengan anak-anaknya sampai sekarang.
Bertemu seorang ibu yang baik hati
Sekitar November mbak Atik mengajak menghadiri doa pemberkatan rumah di daerah Cilandak. Terjadilah perkenalan dengan seorang ibu yang bernama Ibu Surardjo, umur sekitar 45 th. Di tengah acara ibu mengajak ke rumahnya namun tidak jadi terlaksana karena di akhir acara kami saling kehilangan kontak.
Selesai misa di gereja katolik St. Stefanus Cilandak kita bertemu lagi. Kami pergi bareng ke rumahnya. Dalam obrolan singkat, kerena ketajaman nalurinya ibu Surarjo menawarkan untuk tinggal di rumahnya , bangunan bagian belakang, Ketika mamu pulang beliau memberi amplop yang berisi uang. Tawaran baik untk tinggal di rumahnya kita tunda. Tak berapa lama kemudian saya menerima tawaran untuk tinggal di Flat P& K Merdeka Timur. Di sini saya makan, minum dan mencucikan pakaian di rumah adiknya, Pak Vincent Tjoet Tarno. Semua biaya hidup ibulah yang menanggung bahkan,termasuk biaya kuliah, uang buku dan transport PP ke Rawasari.
Setahun berlalu saya meminta ijin untuk mulai mandiri dengan bekerja sebagai kolektor. Ibu mengijinkan, membelikan sepeda balap warna merah untuk kuliah sekaligus d. Di kamar ini pernah menginap seorang pemusik besar, gitaris nasional, Jubing Kristianto kawan semasa di SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG. Karena satu hal kami putus hubungan 1988. Ketika pamit pada pada Bapak Surardjo saya berkata : “Bapak...... apa pun yang terjadi saya tidak akan pernah melupakan kebaikan yang telah Bapak Ibu berikan. Kebaikan itu sudah teranjur masuk ke dalam hati dan tidak mungkin bisa keluar lagi.”Kami kontak lagi tahun 1992 akhir.
SEMINAR SOUTH-SOUTH 1992 DI KOMPAS, Prof. Thoby Muthis dan YB Susanto
Sebagai transkriptor diskusi panel ahli KOMPAS yang bekerja secara part time, saya selalu mendapatkan kesempatan untuk menghadiri setiap kali ada seminar apa pun topiknya supaya hasil transkrip dari bahasa lisan ke bahasa tulis bisa berhasil baik dan dipahami wartawan secara utuh sesuai maksud di pembicara.
Akhir tahun 1992 KOMPAS menyelenggarkan diskusi ahli panel KOMPAS bertema ekonomi dengan judul SOUTH-SOUTH., NEGARA SELATAN-SELATAN dengan salah panelis utama PROF. Wijoyo Nitisastro. Beliau mengatakan bahwa “Kalau mau maju negara-negara Selatan harus memobilisasi dana.” Nasehat ini mengingatan akan keluarga di Lampung
yang miskin, berpendidikan rendah tetapi mempunyai tanah luas tentu mendorong untuk pulang ke sana dengan mencari investor.
Pak Kasiyanto, wartawan senior Kompas, suami dari ibu Roesi;ah pemimpin perusahaan Kompas mengontak Pak Suliantoroa, direktur PSDM Toko Buku Gramedia supaya bersedia memberi penjelasan tentang TOTAL QUALITY CONTROL,
suatu proses produksi yang dari awal sampai akhir harus dibuat secara benar sesuai tahap masing-masing di mana tahap awal paling menentukan. Kini Ilmu ini sangat berguna untuk memproduksi kopi bubuk.
Ketika menemui Dr. Thoby Muthis beliau menyarankan untuk mencari modal ke Kompas tetapi saya lebih memilih untuk mendapatkan informasi. Akhirnya diputuskan mengontak Bapak Surardjo yang pernah membiayai kuiah dan hidup selama di Jakarta. Pesan lain yang pak Thoby katakan adalah THE BEST IS THE WINNER.
Sebelumnya, ketika melamar pekerjaan, pewawancara, alumni Senior dari SMA SEMINARI MERTOYUDAN MAGELANG sebagai direktur HRD mengatakan bahwa “Mas Anton itu mempunyai potensi yang besar lho.” Karena nasehatnya saya putuskan untuk tidak jadi mencaari pekerjaan tetapi berwira usaha,berdagang kopi di Lampung. Sebab dengan mempunyai lima peluru kita bisa menembak dengan sepuluah peluru dan sebaliknya Ketika bertemu sekitar 10 tahun kemudian di Lampung beliau mengatakan bahwa “tidak menyangka kalau omongannya dieksekusi.”
Malam harinya, dalam pembicaraan telepon Bapak Surardjo mengatakan bahwa “mau membiayai dan, besok pagi Anton datang saja ke rumah jam 08.00.” Jam 07.30 kita bertemu dan ngobrol termasuk bertemu ibu kembali. Belaiu sangat mendukung i. Dani sini hubungan kami dengan keluarga Bapak Ibu Surardjo terbuka lagi. Bapak dan Ibu telah membuka keduan tangannya.
Pertemuan kedua beliau mengatakan bahwa “Usaha ini akan jalan kalau Yayuk mau ikut”. Yayuk adalah anak bungsu ke lima (Stella Lucia Sri Rahayuningsih). Langsung saya jawab :”Pak, saya sudah putuskan harus jalan apa pun yang terjadi sebab niat saya sudah bulan dan kuat sebelum Bapak mau membiayai usaha ini. Jawab beliau;”Lho... kamu serius Ton. Ya sudah...... jalan kalau kamu serius.”
Sebelum bertemu beliau tekad saya memang sudah bulat 1001 % untuk pulang kampung, kembali ke desa. Pacar ditinggal supaya mencari pasangan lain yang lebih menjamin masa depan sebab imaganasi mengatakan bahwa saya akan miskin sekitar 10 th. Orang perempuan gak mau sama saya ya tidak apa-apa. Tidak peduli , oleh orang kampung dianggap sarjana gagal
Pedagang pengumpul dan makaler.
Tahun 1993 saya terjun dalan trading biji kopi bersama Yayuk sebagai partner dengan membeli kopi dari petani dan pedagang kecil daerah Pajar Bulan untuk dijual ke exportir Bandar Lampung. Th 1994 mbak Yayuk meminta evaluasi total dan trading dostop total . Secara bijaksana dan tanpa sepengetahuan Yayuk Bapak Surardjo terap memberi modal supaya bisnis tetap jalan sambil menunggu evaluasi selesai. Langkah diam-diam itu ketahuan oleh Yayuk tehingga dia mundur total.
Akhir tahun 1995 usaha ini bangkrut akibat tertipu dan kalah spekulasi termasuk sebagian sisa modal usaha dari Baoak sekitar Rp 50.000.000,- dengan utang lumayan besar sekitar 250.000.000-. Saya sengaja menghilang dari Bapak Surardjo dan keluarga untuk sementara. Selama menghilang usaha ini berusaha dibangkitkan kembali. Hati berbicara : “Kalau usaha ini pulih, saya bertekad akan mengembalikan sisa uang modal walaupun secara hukum tidak perlu sebab itu bagian dari resiko menanam modal. Tetapi, mengingat kebaikan yang tak mungkin pernah terbalaskan, uang itu harus dikembalikan suatu saat.”
Dari Jakarta istri setiap pagi jam 05.00 selalu menelepon mengingatlkan untuk mengikuti misa sebab katanya yang punya modal itu Tuhan bukan manusia, bukan eksportir, modal dengkul saja. Betul saja tak lama kemudian banyak pelanggan baru berdatangan sehingga bisa membayar semua hutang termasuk mengembalikan uang Bapak Surardjo. Beliau sempat tidak percaya dan menjadi betul bercaya setelah uang masuk ke rekening Bank Mandiri. Semenjak itu hubungan kami semakin membaik terus meningkat semakin berkuallitas sebagai seorang ayah dan anak, seorang ibu dan anak sampai Bapak dipanggil Tuhan. Selama opname di RS Pondok Indah kami berdua dengan Yayuk menyempatkan diri menemani Bapak dari malam hingga pagi.
Jatuh Lagi 2008
Akhir tahun 2008 mitra dagang utama kami, Tri Panca Group roboh terkena badai. Hampir semua relasi pemasok kopi ikut kena ombaknya termasuk usaha ini. Secara fianancial tidak berakibat parah tetapi secara mental membuat down ke bawah sampai seperti kemampuan berpikir anak kecil, depresi berat akibat menanti terlalu lama menunggu dana cair.
Satu pelajaran yang terbukti kebenarannya 90% adalah ditundanya berkali-kali pembayaran merupakan tandan bahwa mitra sedang kesulitan besar likuiditas, yang bisa berarti mau bangkrut atau mau menipu.
Setelah sembuh 2010 kita berusaha bangkit lagi dengan membuat bisnis baru, yakni jamur tiram di Cianjur dan Cocomesh di Kulon Progo Yogyakarta. Kedua usaha ini rontok akibat salah memilih mitra sehingga uang Bapak yang turut diinveskan dan uang saya di Yogya hilang, dan juga yang di Cianjir. Sa ya sendiri mengalami depresi berat sampai taraf mau GILA. Karena kebaikan dan belaskasihan Tuhanlah usaha ini bisa bangkit lagi untuk ketiga kalinya. Tahun 2011 bisnis kopi dimulai lagi sampai sekarang dengan fokus menjual kopi ke pabrik kopi di jawa Timur.
TITIK BALIK
Akhir Desember 2014 Kompas memuat artikel profil seorang ahli tester kopi tingkat dunia bernama Setiawan Subekti dari Banyuwang dan merupakan satu dari 5 orang ahli di duniai. Ia tersohor karena ketajaman daya penciumannya, mengolah biji kopi menjdi berkualitas prima dan menguji sejauh mana kulitas kopi itu memenuhi unsur-unsur senyawa kimia kopi seperti kemanisan, cita rasa, bodynya dll. Bahkan dia dia mampu menyangrai kopi di atas gerabah dengan kualitas sekelas hasil dari mesin sangrai modern.
Jauh-jauh hari sebelum mengikuti kursus dan pelatihan pengolahan kopi dari hulu ke hilir tgl 14-17 April 2015, saya hunting mencari no dan alamat kontak pak IWAN, dan ketemu. Sangatlah tidak mudah untuk bisa kontak. Setelah berhari-hari pagi, siang sore malam , berkali-kali sms, telepon, kirim email dengan tidak pernah bosan barulah pada tanggal 13 April, ketika mau duduk di pesawat Pak Iwan telepon balik. Jawab saya: “Hallo Pak,....... wah terimakasih banget Bapak berkenan menelepon.” Jawabnya:”Maulah.....”. Hatiku bersukaita setinggi langit bisa kontak sama beliau. Lalu kita sepakati bertemu tgl 18 April 2015 jam 10.00. Beliau menyarankan untuk menginap di Hotel Mblambangan, Banyuwangi supaya mudah dijemput.
Selesai dari kursus dan Pelatihan di Puslit Kopi dan Kakao di Jember tgl 17 sore, jam 17.00 kita berdua –Pak Heru, rekan kurus dan pelatihan- langsung meluncur naik travel, tiba jam 21.30. menuju Hotel tsb di atas untuk menginap supaya jangan terlambat keesokan harinya. Sekitar jam 10.00 Pak Iwan menelepon, memberi kabar akan menjemput sebentar lagi.
Tak lama kemudian sebuah mobil taff Feroza masuk pelataran hotel. Orang paruh bayu keluar dari mobil lalu masuk ke Lobby Hotel. Dugaanku beliulah orang yang dicari. Benar saja.... beliau menebak yang sedang duduk di kursi pastilah saya. Tak lama kemudian kami bertiga keluar hotel mendekati mobil. Beliau berkata: “Mas Anton duduk di sebelah saya dan pak Heru di kursi belakang supaya bisa ngobrol.” Mobil terus meluncur ke sanggar, Kemiran.
Di mobil beliau bertanya:
Pak Iwan: “Kenapa mas Anton mencari saya?
Anton: ”Saya harus belajar pada orang yang sangat ahli di bidangnya. Keahlian pak Iwan telah mengubah pandangan secara total tentang kopi. Saya jadi begitu mencintai kopi, mau membuat kopi yang terbaik sebagaimana cara berpikir, cara hidup berubah setelah membaca pemikiran filsuf maszhab Franfurt. Apa lagi pak Iwan kan juga seseorang yang sangat mencintai dan terlibat dalam budaya Osing.”
Pak Iwan: “Waduuuh.... kenapa sih yang mencari saya kok selalu “orang gila”. Kita ketawa bareng terbahak bahak.” Seperti kita pernah kenal cukup lama. Masih banyk hal lagi uang kita obrolin di jalan.
Tak lama kemudian sampailah kami di pesanggrahannya, Kemiren. Tak lama mengobrol dan minum kopi buatannya, kita diajak langsung masuk ke dapur untuk belajar. Dengan alat sensor suhu kita belajar menyangrai kopi dengan gerabah sebanyak dua kali. Kami ngobrol dan belajar kopi sampai sore sekitar jam 17.00, untuk melanjutkan perjalanan ke Surabaya seba b harus naik pesawat jam 06.00 hari Minggu. Kami berdua dengan pak Heru dari Jakarta merasa senang dan bangga sekali bisabertemu beliau.
Belajar dan Pelatihan tentang kopi di Pusat Penelitian kopi dan kako, Jember
Sebelum ke Banyuwangi, 4 hari kita belajar pengo;a;ahan kopi secara benar mulai dari hulu sampai ke hilir, mulai dari pemetikan buah kopi, pengeringan,, pengsangraian, sampai kontrol kualititas dihilirnya untuk mengetahui apakah ditemukan jejak-jejak kesalahan pengolahan yang bisa diketahui saat menguji cita rasa kopi. Seb
MEREK GALIGO
Sejak tulisan itu muncul saya bertekad terjun bisnis kopi di hilir dengan target mengolaht dan menyediakan kopi berkualitas tinggi mulai dari hulu ke hilir bagi konsumen sehingga tidak lagi muncul keluhan akibat minum kopi seperti perut kembang dan mancret bagi penderita maag, Kopi ini saya tujukan ke pasar menengah atas dengan merek GALIGO. GALIGO sendiri merupakan karya sastra Bugis Makasar yang berisi petuah-petuah kehidupan dari Sulawesi Selatan yang sangat menjunjung tinggi nilai moral, perjuangan.
Saya memilih nama ini karena kopi yang akan saya buat syarat dengan kandungan perjuangan jatuh bangun yang penuh tangisan dan mandi darah. Kopi ini juga memuat pesan nilai-nilai moral karena dibuat dengan kejujuran sebab kalau tidak dibuat dengan kejujuran jejak-jekaknya akan membekas pada cita rasa kopi. Orang yang ahli kopi hilir pasti dapat menemukan jejak ini.
BENEFIT MINUM KOPI GALIGO:
Galigo sengaja membuat terbentuknya senjaya-senjawa kimia dalam biji kopi muncul maksimal sehinga tidak hanya terasa nikmat untuk diminum karena wangi tetapi juga baik bagi kesehatan tubuh manusia seperti obat mengurangi kadar asam urat dalam darah, kadar gula bahkan menyembuhkan sakit maag.
Galigo juga menyisihkan sebagian keuntungan dari penjualan kopi ini untuk penghijauan. Kami membuat satu ACC khusus : REKENING PENGHIJAUAN. Yang dananya disimpah di bank secara khusus. Setiap terjadi transaksi otomatis sekian rupiah didebet ke rekening itu. Perhitungannya satu kg kopi terjual akan kita sisihkan untuk membeli pohon yan g akan ditanam. Galigo tidak hanya mendari keuntungan semata melainkan juga ikut memelihara bumi supaya lestari dan pantas dinikmati. Dengan demikian kami juga mengajak konsumen Galigo untuk terlibat dalam gerakan THE EARTH GREEN.
Tentu Galigo akan membeli kopi petani dengan lebih mahal karena kualitas nahan bakunya yang bermutu sehingga petani dapat menikmati nilai tambah yang pada akhirnya ikut menambah kesejahteraan petani. Petani akan mempunyai semangat mengolah dengan benar.
Maka Galigo Coffe membuat standar pengolahan kopi sbb:
1. Kopi dipetik matang –berwarna merah-
2. Dijemur dialas bukan tanah sampai tingkat kekeringan aman
3. Disimpan alam karung goni supaya mampu menyerap uap
4. Disimpan dalam jangka waktu tertentu supaya senyawa kimia terbr entuk secara maksimal
5. DisangraI dalam suhu dan jangka waktu tertentu
Kita juga menyiapkan merek KOPIRA untuk konsumsi masyaraka umum supaya mereka bisa menikmati kopi berkualitas tinggi dengan kualitas di bawah GALIGO. Biarlah orang kecil menikmati kopi yang berasa enak dan baik bagi kesehatan.